Jurnal Pribadi Tentang Perawatan Diri dan Kesehatan Jiwa
Kebetulan saya menulis jurnal pribadi tentang perawatan diri dan kesehatan jiwa, dua hal yang kadang dipisahkan dalam percakapan sehari-hari. Padahal keduanya saling mengisi. Ketika saya menuliskan hal-hal kecil—apa yang saya makan, bagaimana saya tidur, siapa yang saya temui hari ini—tampaknya beban terasa lebih ringan. Jurnal bukan hanya catatan pelajaran hidup, melainkan tempat latihan untuk berhenti sejenak, bernapas, dan mengatur prioritas sebelum energi kita habis di ujung hari.
Di beberapa minggu terakhir, saya belajar bahwa self-care bukan makanan instan untuk jiwa yang lelah, melainkan kebiasaan yang konsisten. Ini tentang menjaga batas, menolak gadjet siaga, menunda jadwal yang terlalu padat jika perlu, dan memberi ruang untuk emosi—entah itu sedih, marah, atau rindu. Terkadang perawatan diri terlihat simpel: secangkir teh hangat sebelum tidur, mandi dengan lilin, atau berjalan kaki sebentar saat makan siang. Tapi di balik ritual-ritual kecil itu, ada niat untuk menjaga kesehatan jiwa agar bisa meniti hari-hari tanpa rasa bersalah karena tidak menjadi versi terbaik dari diri sendiri.
Apa itu perawatan diri: lebih dari sekadar mandi dan masker
Perawatan diri bukan sekadar momen me time; itu adalah serangkaian kebiasaan yang menghargai batasan pribadi. Ini tentang tidur cukup, makan teratur, dan menjaga hubungan yang memberi energi daripada menariknya. Perawatan diri juga berarti menanyakan pada diri sendiri apa yang benar-benar dibutuhkan tubuh hari ini—apakah itu istirahat ekstra, ngomong ke seseorang, atau menunda hal-hal yang bikin stres. Kadang-kadang langkah kecil seperti menutup layar lebih awal, menuliskan tiga hal yang saya syukuri, atau mengatur prioritas besok sudah cukup untuk menenangkan sistem saraf yang tegang.
Saya juga belajar bahwa batasan adalah bentuk perawatan diri yang sangat penting. Kita punya kapasitas yang berbeda-beda, dan mengakui itu tidak membuat kita lemah. Justru sebaliknya: ketika kita tidak memaksakan diri untuk memenuhi ekspektasi orang lain atau diri sendiri secara berlebihan, kita memberi ruang bagi pemulihan. Dalam jurnal, saya menuliskan: jika saya tidak cukup, saya sedang tidak kalah; saya hanya butuh istirahat. Obrolan kecil dengan diri sendiri seperti itu terasa menyembuhkan, tidak pompous, tidak mengada-ada. Dan ya, kadang hal-hal sederhana seperti tidur siang singkat bisa menjadi revolusi kecil yang mengembalikan mood seharian.
Kesehatan jiwa itu wajar, bukan tabu: bagaimana kita mengatas stigma
Seringkali kita menaruh kesehatan jiwa pada rak yang jauh. Kita pikir hanya orang dengan gejala berat yang perlu diperhatikan. Padahal semua orang punya hari-hari berat, dan itu normal. Saya percaya keseharian kita adalah perpaduan antara emosi, kondisi fisik, dan konteks sosial. Ketika kita membuka pembicaraan tentang kesehatan jiwa—dengan bahasa yang jelas, tanpa jebakan rasa malu—kita memberi kesempatan bagi orang lain untuk mencari bantuan tanpa merasa aneh. Jurnal pribadi juga menjadi ruang aman untuk menguji kata-kata yang ingin kita ucapkan pada orang terdekat sebelum kita mengucapkannya di luar sana. Mengubah pembicaraan dari “aku baik-baik saja” menjadi “aku sedang merasa lelah, butuh dukungan” bisa jadi langkah besar menuju kesejahteraan bersama.
Satu hal yang sering terlupa adalah kita tidak perlu menunggu krisis besar untuk mulai merawat diri. Perawatan diri bisa dimasukkan ke dalam rutinitas harian: napas panjang sebelum bangun, minum air cukup, atau menyapa teman secara jujur tentang bagaimana perasaan kita. Ketika kita menormalisasi percakapan tentang jiwa, kita menciptakan lingkungan yang lebih hangat dan manusiawi. Dan ya, itu juga berarti kita memaafkan diri sendiri atas hari-hari yang tidak sempurna, tanpa menyalahkan diri terlalu keras.
Ritual sederhana untuk hari-hari yang rumit
Saya suka ritual kecil yang tidak membutuhkan biaya atau waktu banyak. Beberapa di antaranya: menuliskan tiga hal yang berjalan dengan baik hari itu, mengatur tiga hal utama yang akan dilakukan keesokan hari, dan meluangkan waktu bernapas dengan tenang selama satu menit setiap beberapa jam. Kadang saya berjalan kaki 10–15 menit di teras sambil memperhatikan napas dan suara sekitar. Itu cukup untuk mengubah suasana hati tanpa harus menunggu mood datang dulu. Ada juga saat-saat saya memilih untuk menolak panggilan yang tidak perlu atau memberi diri sendiri izin untuk mendengarkan musik lembut sambil merapikan kamar; hal-hal sederhana itu seringkali membuat hari terasa lebih manusiawi.
Saya juga mencoba pendekatan kognitif yang ringan: jika pikiran negatif muncul, saya mengucapkan pada diri sendiri, “ini hanya pikiran sementara.” Ketika kita memberi label pada pikiran seperti itu, kita tidak terlalu terjebak di dalamnya. Dan kalau kebetulan hari terasa berat sekali, saya menuliskan segala kekhawatan tanpa menilai diri terlalu keras. Kadang setelah menuliskannya, topik besar itu tidak terasa sedemikian menakutkan lagi. Dalam perjalanan ini, saya menemukan sumber inspirasi di berbagai tempat, termasuk blog pribadi yang sederhana namun terasa dekat. Bahkan saya pernah membaca catatan di michelleanneleah, dan rasanya seperti bertemu teman lama yang mengerti kesulitan kecil sehari-hari.
Cerita pribadi: burn out, napas panjang, dan jurnal yang menenangkan
Pada satu masa, saya benar-benar merasa burnout menekan leher. Pekerjaan menumpuk, tidur tidak nyenyak, dan hubungan terasa getir. Suara di kepala sendiri seperti menyalahkan saya atas semuanya. Lalu saya memutuskan untuk menurunkan ekspektasi pada diri sendiri. Saya mulai menulis di jurnal setiap malam: tiga hal yang saya syukuri, tiga hal yang saya lepas, dan satu tindakan kecil untuk keesokan hari. Hasilnya tidak instan, tetapi perlahan-lahan, saya bisa merasakan napas saya lebih panjang, denyut jantung tidak lagi melonjak tiap kali ada notifikasi masuk. Jurnal menjadi teman yang tidak pernah menghakimi, hanya menemani. Saya paham sekarang bahwa merawat diri dan menjaga kesehatan jiwa adalah perjalanan panjang, bukan sprint satu malam. Dan jika suatu hari saya kehilangan arah, saya tahu dulu saya sudah menulis tentang apa yang membuat saya tersadar, sehingga road map untuk kembali pulang ke diri sendiri tidak terlalu jauh.
Kalau kamu sedang membaca ini sambil memikirkan bagaimana memulai, coba mulai dari hal-hal kecil. Tuliskan satu hal yang membuatmu tersenyum hari ini, satu hal yang membuatmu lelah, dan satu langkah kecil yang bisa kamu ambil besok. Itulah awal dari sebuah praktik perawatan diri yang berkelanjutan, yang membuat kita tetap manusia dalam dunia yang serba cepat. Dan ingat, kamu tidak sendiri. Perawatan diri dan kesehatan jiwa adalah topik yang layak dibicarakan, hari ini, esok, dan seterusnya.