Pengalaman Jurnal Pribadi Seputar Merawat Diri dan Kesehatan Jiwa

Pengalaman Jurnal Pribadi Seputar Merawat Diri dan Kesehatan Jiwa

Sejak beberapa bulan terakhir aku mulai menulis jurnal pribadi sebagai ritual harian. Bukan untuk jadi seniman kata, tapi untuk menjaga diri sendiri tetap manusia: bukan robot yang jalan di atas garis lurus, melainkan orang biasa yang kadang capek, kadang pelan-pelan bangkit lagi. Jurnal ini jadi tempat curhat tanpa harus ngoper ke teman dekat atau jadi bahan evaluasi diri yang bikin galau berkepanjangan. Aku menulis soal perawatan diri (merawat badan, merawat mood, merawat nyali untuk bilang tidak saat perlu) dan kesehatan jiwa (menangani kecemasan, memberi ijin pada perasaan yang datang dan pergi, serta belajar tidur lebih nyenyak meski dunia lagi rame). Ceritanya sederhana: hari-hari kecil, hati yang butuh tenang, dan keberanian untuk jujur pada diri sendiri.

Bangun, genggam kopi, salam pada diri sendiri

Pagi-pagi aku kadang kurang sabar, alarm berderit seperti burung yang terlalu semangat. Tapi aku mencoba hal-hal kecil yang bikin pagi terasa lebih ramah. Misalnya: peluk tangan ke dada sebentar, tarik napas dalam, bilang “hai, kamu sudah lewat malam yang berat, ayo kita mulai lagi.” Kemudian aku menyiapkan kopi yang nggak terlalu pahit, menulis tiga hal yang aku syukuri hari ini, dan menuliskan satu target yang realistis untuk pagi itu. Rasanya seperti memberi diri sendiri tempelan kecil: kamu bisa lewat ini, kita akan coba lagi. Aku juga menuliskan bagaimana perasaan kemarin, bukan untuk menghakimi, melainkan untuk memahami pola-pola emosi. Soal perawatan diri, aku belajar bahwa hal-hal kecil ini bisa menjadi penjaga mood yang efektif sepanjang hari. Kadang aku tertawa sendiri karena terasa lucu: aku yang dulu menahan diri untuk mengambil cuti singkat, sekarang jadi orang yang mengizinkan diri untuk berhenti sejenak jika perlu.

Di jurnal itu, aku juga menuliskan ritual sederhana sebelum tidur. Nggak usah ribet: mandi air hangat, pakai sabun favorit yang bikin aroma santai, lalu menulis satu hal baik yang aku capai hari itu. Meskipun esok hari bisa penuh drama kecil, ritual-ritual ini menenangkan pikiran. Entah kenapa, menulis tentang apa yang bikin aku merasa tenang membuat otak berfungsi lebih bersih, seperti ruangan yang dibereskan sebelum tidur. Aku bukan ahli, cuma manusia yang ingin menjaga hubunganku dengan diri sendiri tetap hangat, bukan retak-renyak karena tekanan eksternal.

Ritual kecil yang bikin hidup lebih oke

Aku mulai menambahkan ritual perawatan diri yang terasa menyenangkan: skincare sederhana, gerakan peregangan singkat, dan jeda 2 menit untuk menenangkan napas saat merasa gelisah. Ada hari-hari ketika aku memilih berjalan santai di sekitar kompleks rumah untuk mengubah udara di kepala yang terasa penuh. Ternyata, langkah-langkah kecil ini bisa menahan meluapnya emosi yang biasanya datang tanpa diundang. Dalam jurnal, aku menuliskan bagaimana aku mengatur batasan dengan orang-orang sekitar. Aku belajar berkata tidak tanpa merasa bersalah, karena menjaga diri juga bagian penting dari menjaga hubungan dengan orang lain. Ada juga catatan tentang humor: gue pernah salah sebut nama produk skincare di video reels, lalu tertawa sendiri, menyadari bahwa kesempurnaan itu mitos. Ketawa ringan kadang jadi obat paling murah, tapi ampuh untuk mengurangi beban di dada.

Ngomong-ngomong soal diri sendiri, kadang aku menuliskan dialog kecil antara “aku yang kuat” dan “aku yang rentan.” Dialog itu nggak mirip terapi formal, tapi lebih kayak latihan empati pada diri sendiri. Aku mencoba mengakui rasa cemas ketika datang, lalu mengalihkan fokus ke aktivitas yang menenangkan: menulis, mendengarkan musik santai, atau melihat langit sore lewat jendela. Fiksur sederhana seperti menaruh lilin beraroma vanila di samping tempat tidur juga membantu. Tatanan kecil di kamar terasa seperti altar pribadi untuk merawat jiwa: tidak perlu megah, cukup punya tempat untuk bernapas panjang dan melepaskan beban sejenak.

Kalau lagi butuh panduan atau vibe, aku sering cari referensi di blog pribadi lain untuk menjaga semangat; contohnya seperti michelleanneleah. Link itu bukan promosi, cuma pengingat bahwa kita tidak sendirian dalam perjalanan merawat diri. Banyak orang menjalani proses yang berbeda-beda, dan menemukan contoh kecil dari mereka bisa memberi kita motif untuk mencoba hal baru tanpa tertekan diri sendiri. Ini bukan kompetisi siapa yang paling pulih dengan cepat, tapi perjalanan pelan yang konsisten menuju kesejahteraan.

Gue belajar: kalau jiwa nggak enak, keluar dari zona nyaman

Beberapa minggu terakhir mengajari aku bahwa tidak semua hari bisa berjalan mulus. Ada hari-hari ketika aku merasa seperti tubuhku berusaha melompat keluar dari kulit. Pada saat-saat itu aku belajar strategi sederhana: menyusun batas harian, membagi tugas menjadi potongan kecil, dan memberi diri sendiri izin untuk mundur jika capek. Aku mulai menjadwalkan waktu jeda: 10 menit tanpa layar, 20 menit membaca buku ringan, atau hanya duduk tenang sambil memperhatikan napas. Jurnal membantuku melihat pola: kapan aku cenderung menyendiri, kapan aku butuh ngobrol, dan kapan aku butuh keheningan. Aku juga mulai mengajak teman-teman untuk tidak hanya menjadi “teman yang serba bisa”, tetapi menjadi pendengar yang sabar ketika aku butuh dukungan.

Ada pelajaran penting yang sering aku ulang-ulang di halaman-halaman jurnal: kesehatan jiwa itu dinamis, bukan fix. Perasaan bisa turun naik; yang penting adalah kita punya cara untuk menenangkan diri, menjaga kontak dengan orang-orang yang peduli, dan tidak terlalu keras pada diri sendiri ketika langkah kita terasa lambat. Aku mencoba menempatkan harapan sebagai tujuan jangka panjang, bukan standar harian yang selalu bisa dipenuhi. Dalam beberapa minggu terakhir, aku belajar bahwa merawat diri adalah tindakan radikal yang menentang keinginan untuk mengorbankan diri demi kesempurnaan. Merawat diri itu berarti menghargai tubuh, menghormati batasan, dan memberi ruang bagi emosi untuk hadir tanpa harus langsung kita “perbaiki” secara paksa.

Beberapa pelajaran yang nyaris jadi mantra hidup

Jurnal pribadi mengajarkan kita untuk merangkul kemanusiaan sendiri. Aku menulis tiga pelajaran yang terasa paling nyata: pertama, kejujuran pada diri sendiri itu penting; keduanya, rutinitas kecil bisa jadi benteng di hari yang berat; dan ketiga, humor dan kebaikan pada diri sendiri adalah obat yang sering diabaikan namun sangat efektif. Kini aku punya ritual pagi yang sederhana, jeda siang untuk napas panjang, dan malam yang cukup untuk merefleksikan hari. Perawatan diri bukan perkara mewah; itu komitmen pada keseimbangan antara tubuh, hati, dan otak. Dan jika suatu hari aku merasa tercerai-berai lagi, aku tahu di mana harus menuliskan perasaanku: di jurnal pribadi ini, yang tidak menilai, hanya mendengarkan. Sangat manusia, sangat aku, dan itu cukup untuk hari yang damai.